Selasa, 12 Juni 2012

KAJIAN KOHESI WACANA BAHASA BALI


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Dalam pandangan linguistik, bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer dan bermakna serta berfungsi sebagai sarana komunikasi. Sebagai sistem
lambang bunyi yang arbitrer, maksudnya adalah bahwa dalam bahasa itu tidak ada hubungan wajib atau hakiki antara lambang sebagai hal yang menandai wujud kata atau leksem dengan benda yang ditandai, yaitu referen dari kata atau leksem tersebut (Chaer, 2002: 1).
Bentuk  bahasa merupakan bagian dari bahasa yang terdiri dari unsur-unsur segmental danunsur-unsur suprasegmental. Unsur-unsur segmental bahasa secara hierarkis terdiri dari wacana, kalimat, klausa, frasa, kata, dan morfem. Adapun unsur-unsur suprasegmental terdiri dari intonasi dan unsur-unsur bawahannya, yaitu tekanan (keras-lembutnya), nada (tinggi-rendahnya), dan durasi (panjang-pendeknya).
Berbicara mengenai wacana, Mulyana (2005: 1) mendefinisikannyasebagai unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan merupakan satuan tertinggi dalam heirarki gramatikal. Sejalan dengan pendapat Mulyana, Tarigan(1987: 27) mengartikan wacana sebagai satuan bahasa terlengkap dan tertinggi diatas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secaralisan maupun tulisan.
Salah satu contoh dari wacana tertulis ialah artikel. Artikel merupakan karya tulis lengkap, misalnya laporan berita, surat kabar dan lain sebagainya ( KBBI ). Atau bisa juga artikel merupakan sebuah karangan atau prosa yang di muat dalam media massa, yang membahas isi tertentu, persoalan atau kasus yang berkembang dalam masyarakat secara lugas ( Hartono 2005:84 ). Dalam makalah saya kali ini, saya mengambil sebuah artikel berbahasa bali yang berjudul Belog, Lacur, Lan Tuna         ( BLT ). Artikel ini sangat menarik jika dianalis dari segi kohesinya, dimana terdapat suatu perpaduan kata yang bagus sehingga artikel ini menarik untuk dibaca sekaligus untuk dianilis.

1.2              Rumusan Masalah
1.      Apakah hakikat wacana?
2.      Apakah hakikat kohesi pada wacana?
3.      Apakah hakikat unsur gramatikal?
4.      Apakah hakikat unsur leksikal?
5.      Bagaimanakah kajian kohesi gramatikal dan leksikal dari artikel tersebut?

1.3              Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui hakikat wacana
2.      Untuk mengetahui hakikat kohesi pada wacana
3.      Untuk mengetahui hakikat unsur gramatikal
4.      Untuk mengetahui hakikat unsur leksikal
5.      Untuk mengetahui kajian kohesi gramatikal dan leksikal pada artikel





BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Hakikat Wacana
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kita dapat memperoleh gambaran tentang wacana sebagai berikut:
Wacana :   1.  ucapan, perkataan, tuturan
2.  keseluruhan tuturan, yang merupakan kesatuan
  3. satuan bahasan terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, atau artikel.
Dalam pandangan linguistik, bahasa merupakan sistem lambang bunyiyang arbitrer dan bermakna serta berfungsi sebagai sarana komunikasi. Sebagaisistem lambang bunyi yang arbitrer, maksudnya adalah bahwa dalam bahasa itutidak ada hubungan wajib atau hakiki antara lambang sebagai hal yang menandai wujud kata atau leksem dengan benda yang ditandai, yaitu referen dari kata atau leksem tersebut (Chaer, 2002: 1). Bahasa sebagai sarana komunikasi terdiri dari dua bagian, yaitu bentuk ( form ) dan makna ( meaning ) ( Ramlan, 1985: 48 ).
Bentuk  bahasa merupakan bagian dari bahasa yang terdiri dari unsur-unsur segmental danunsur-unsur suprasegmental. Unsur-unsur segmental bahasa secara hierarkisterdiri dari wacana, kalimat, klausa, frasa, kata, dan morfem. Adapun unsur-unsur suprasegmental terdiri dari intonasi dan unsur-unsur bawahannya, yaitu tekanan ( keras – lembutnya ), nada ( tinggi – rendahnya ), dan durasi ( panjang - pendeknya). Makna adalah isi yang terkandung di dalam bentuk - bentuk itu yang dapat menimbulkan reaksi tertentu. Reaksi itu dapat timbul karena mendengar atau membaca rangkaian kata - kata tertentu yang membentuk frasa, klausa, kalimat ,atau wacana. Berbicara mengenai wacana, Mulyana ( 2005: 1 ) mendefinisikannya sebagai unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap.
Satuan kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan merupakan satuan tertinggi dalam heirarki gramatikal. Sejalan dengan pendapat Mulyana, Tarigan          ( 1987: 27 ) mengartikan wacana sebagai satuan bahasa terlengkap dan tertinggi diatas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan maupun tulisan.
Berbagai bentuk wacana lisan sebenarnya dapat direalisasikan melaluitulisan karena penyampaian secara tulisan merupakan sarana yang paling efektif untuk menyampaikan ide, gagasan, atau isi pikiran seseorang. Akan tetapi, wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dan pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan berbagai alat ( piranti ) yang cukup banyak.
Dari batasan di atas dapat kita ambil sari patinya, bahwa wacana itu adalah satuan bahasa terlengkap, dalam wujud lisan dapat berupa karangan sastra dan ilmiah. Inti dari batasan di atas, bahwa wacana adalah komunikasi pikiran atau gagasan melalui bahasa, dalam wujud lisan dapat berupa percakapan dan tuturan (ceramah, kuliah, khotbah), dan dalam wujud tulisan dapat berupa karangan ilmiah.

2.2       Hakikat Kohesi pada Wacana
            Sebuah teks terutama teks tulis memerlukan unsur pembentuk teks. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks yang penting. Menurut Mulyana (2005: 26) menyatakan bahwa kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Sejalan dengan hal tersebut Anton M. Moeliono (dalam Mulyana, 2005: 26) menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh menayaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Kohesi wacana terbagi di dalam dua aspek, yaitu kohesi gramatika dan kohesi leksikal.
Sejalan dengan pendapat di atas Yayat Sudaryat (2008: 151) menyatakan bahwa kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam organisasi sintaksis, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Sedangkan Abdul Rani, Bustanul arifin, Martutik (2006: 88) menyatakan bahwa kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsure bahasa. Gutwinsky (dalam Yayat Sudaryat, 2008: 151) menyatakan bahwa kohesi mengacu pada hubungan antarkalimat dalam wacana, baik dalam tataran gramatikal maupun tataran leksikal.
Wacana dikatakan kohesif apabila terdapat kesesuaian bentuk bahasa baik dengan ko-teks (situasi dalam bahasa) maupun konteks (situasi luar bahasa). Konsep kohesi pada dasarnya mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh.
Brown dan Yule (dalam Abdul Rani, dkk, 2006: 87) menyatakan bahwa unsur pembentuk teks itulah yang membedakan sebuah rangkaian kalimat itu sebagai sebuah teks atau bukan teks. Hal tersebut juga diperkuat lagi dengan pendapat Anton M. Moeliono ( dalam Sumarlam, dkk, 2009: 173) bahwa kohesi merupakan hubungan semantik atau hubungan makna antara unsur-unsur di dalm teks dan unsur-unsur lain yang penting untuk menafsirkan atau menginterpretasikan teks; pertautan logis antarkejadian atau makna-makna di dalamnya; keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik.
Kohesi dapat dibedakan atas beberapa jenis. Pembedaan tesebut dapat di jabarkan dalam kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal dan leksikal ini merupakan bagian dari kohesi endosentris. Karena kohesi dibagi menjadi dua ada kohesi endosentrsi dan kohesi eksosentris. Kohesi gramatikal terdiri dari: referensi, subtitusi, ellipsis, paralelisme, dan konjungsi. Sedangkan konjungsi leksikal terdiri dari: sinonimi, antonimi, hiponimi, kolokasi, repetisi dan ekuivalensi.

2.3       Hakikat Unsur Gramatikal
1.         Referensi
            Menurut Yayat Sudaryat (2008:153) menyatakan bahwa referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan acuan. Kata-kata yang berfungis sebagai pengacu disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacu disebut antesede. Referensi dapat berupa eksosentris (situasional) apabila mengacu ke anteseden yang ada di luar wacana, dan bersifat endoforis (tekstual) apabila yang diacuanya terdapat di dalam wacana. Diperkuat dengan pendapat Mulyana (2005: 27) juga menyatakan bahwa referensi (penunjukan) merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya.
2.         Subtitusi
             Harimurti Kridalaksana (dalam Mulyana, 2005:28) menyatakan bahwa subtitusi (penggantian) adalah proses dan hasil penggantian oleh unsure bahasa oleh unsure lain dalam satuan yang lebih besar. Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsure pembeda atau menjelaskan strukur tertentu. Proses subtitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Sejalan dengan pendapat tersebut Yayat Sudaryat (2008: 154) menyatakan bahwa subtitusi mengacu pada penggantian kata-kata dengan kata lain. Subtitusi mirip dengan referensi. Perbedaanya, referensi merupakan hubungan makna sedangkan subtitusi merupakan hubungan leksikan atau gramatikal. Selain itu, subtitusi dapat berupa proverb, yaitu kata-kata yang digunakan untuk menunjukan tidakan, keadaan, hal, atau isi bagian wacana yang sdauh disebutkan sebelum atau sesudahnya juga dapat berupa subtitusi kalusal.
3.         Elipsis
            Yayat Sudaryat (2008: 155) ellipsis merupakan penghilangan satu bagian dari unsure kalimat. Sebenarnya ellipsis sama dengan subtitusi, tetapi ellipsis disubtitusi oleh sesuatu yang kosong. Ellipsis biasanya dilakuakn dengan menghilangkan unsure-unsur wacana yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan pendapat harimurti Kridalaksana (dalam Mulyana, 2005:280 elipsis (penghilangan/pelesapan) adalah proses penghilangan kata atau sataun-satuan kebahasaan lain. Bentuk atau unsure yang dilesapkan dapat diperkirakan ujudnya dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa.
4.         Konjungsi
            Yayat Sudaryat (2008: 155) menyatakan bahwa konjungsi merupakan kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan unsure-unsur sintaksis (frasa, kalusa, kalimat) dalam satuan yang lebih besar. Harimurti Kridalaksana dan H. G. Tarigan dalam (Mulyana, 2005: 29) menyatakan bahwa konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung angtara kata dengan kata, frasa dengan frasa, kalusa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan seterusnya. Konjungsi disebut juga sarana pernagkai unsure-unsur kewacanaan. Sebagai alat kohesi, berdasarkan perilaku sintaksisnya konjungsi dapat dibedakan sebagai berikut:
  1. Konjungsi koordinatif yang menghubungkan unsure-unsur sintaksis yang sederajat seperti dan, atau, tetapi;
  2. Konjungsi subordinatif yang menghubungkan unsure-unsur sintaksis yang tidak sederajat seperti waktu, meskipun, jika;
  3. Konjungsi korelatif yang posisinya terbelah, sebagian terletak di awal kalimat, dan sebagian legi di tengah kalimat seperti baik, ….maupun, ..meskipun,…tapi…;
  4. Konjungsi antarkalimat yang menghubungkan kalimat-kalimat dalam sebuah paragraph. Konjungsi ini selalu ada di depan kalimat seperti karena itu, oleh sebab itu, sebaliknya, kesimpulannya, jadi
2.4       Hakikat Unsur Leksikal
Kohesi leksikal adalah hubungan antarkalimat yangdisebabkan oleh adanya kata-kata yang secara leksikal memiliki pertalian.Hubungan leksikal ini dibagi menjadi dua, yaitu reiterasi dan kolokasi.
1.                  Reiterasi
Reiterasi dapat berupa repetisi, sinonimi, hiponimi.
a.       Repetisi adalah pengulangan kata yang mempunyai kesamaan bentuk dan makna.
b.      Sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran yang lain.
c.       Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain(Chaer, 2003: 305).
2.                  Kolokasi
Kolokasi diciptakan melalui antonimi, dan ekuivalensi. Kebalikan dari sinonimi adalah antonimi. Antonimi yakni dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain.
3.                  Ekuivalensi
Ekuivalensi merupakan makna yang sangat berdekatan; lawan dari kesamaan bentuk (Kridalaksana, 2008: 56).
2.5       Kajian Kohesi Gramatikal dan Leksikal Artikel Berbahasa Bali
Artikel Berbahasa Bali yang berjudul :

Belog, Lacur, Lan Tuna ( BLT )
( 1 ) Aget lan lacur kocap tong dadi alih lan ulah. Sugih lan lacur kocap tong dadi uber lan kelidin. Ilehan lan eduman idup ring guminé: suka, duka lara, lan pati taler tan dados tunas lan impasin. Nanging sapunika, i raga tetep patut mautsaha makarya sané pinih becik, nénten masukserah ring nasib. Yéning sampun makarya sané becik, pastika polih asil sané becik, kocap.
( 2 ) Nincapnyané pangargan bahan bakar minyak (BBM) ungkuran puniki, ngwetuang pikobet ring kramané. Akéh pakibeh kauripan kramané sané keni pangaruh saking nincapnyané pangargan BBM-e puniki. Nambengin pikobet punika, pamrénteh ngicén bantuan tunai langsung (BLT) ring kramané sané kabaos miskin. Sasampun polih mamargi makudang-kudang warsa sané lintang lan wau-wau puniki sampun ngawit mamargi ring makudang daérah, akéh kadadosang bebaosan, akéh kabligbagang olih kramané. Mangéndahan wiakti pikayunan kramané indik BLT puniki. Krama miskin polih wantuan langsung marupa jinah. Wénten sané nakénang napi sané kaanggé patokan maosang silih tunggil krama kabaos miskin. Ring Bali wénten belog lacur tuna taler dados kacutetang BLT. Napiké sané sapunika polih BLT, wantuan saking pemerintah?
( 3 ) Kruna miskin ring basa Indonésia taler kaanggé ring basa Bali. Miskin sampun lumrah kaanggé ri kala mabebaosan miwah masesutana nganggé basa Bali. Kruna miskin punika sampun kaselang lan kaanggé ring basa Bali. Ring basa Bali, linanan ring miskin, wénten taler lacur, tiwas, tuna, miwah sané lianan.
( 4 ) Kruna lacur, tiwas, tuna punika taler ring basa Bali kaanggé ngandapang raga, ngasorang déwék. Tiang belog; tiang lacur; tiang tuna; miwah sané lianan. Wénten sesambat cara Baliné sané sering kucapang olih krama Baliné, “Yéning suba paéndépan baan, joh para lakar ulug maglebug.” Anak Bali kocap tan seneng ngajumang raga.
( 5 ) “Eda ngadén awak bisa,” sapunika ketah taler sesambat kramané ring Bali. Nanging sapunika, i raga patut purun ngangken bisa. Yaning sujati uning, i raga patut ngangkén bisa. Mangkin wénten anaké nungkalikang sesambaté punika, “Kadén awaké bisa, eda ngadén awaké tusing bisa.” Punika kocap raos ngedénang bayu.
Ring Jawi, basa Jawi sugih katungkalikang kéré, mlarat. Sametoné ring Jawi koap tan kayun kéré, mlarat. Sami mapikayun sugih, minab sapunika taler krama Baliné.
Kersten ring Kamus Lumrah Bahasa Bali (1984) ngunggahang kruna lacur, maartos (1) miskin; malang; cacat; (2) mati. Kaunggahang lengkara: Nyén lacur: dingeh tiang munyin kulkul cirin anak mati?
( 6 ) Lianan ring kruna lacur, Kersten taler nguggahang kruna tiwas, kadagingin artos miskin. Kaunggahang klompok kruna tiwas nékték, tiwas déngkék sané maatos miskin pisan.
( 7 ) Kruna sané maartos nampek sareng lacur lan tiwas inggih punika kruna tuna lan lara. Tuna maartos kirang. Kacontoang: Saking tuna pepineh ‘antuk tuna pangresep’. Riantukan kirang pangresep. Sambung tuna (basa Indonésia: serba kurang). Tuna liwat (basa biasa); kirang langkung (basa alus). Kadagingin conto lengkra: Ampurang menawi tuna liwat antuk titiang nuturang. Kruna turunan tuna minakadi katunan ‘kakirangan’. Klompok krunannyané tunaan daar, tunaan daya. Kadagingin conto antuk katunan manah (riantukan kabelogan). Titiang i katunan ‘titiang sané belog puniki’. Patunain, matunain: mitunain maroko ‘ngirangin maroko’. Pitunain naar lalah!
Kruna lara maartos (1) cacad, sakadi picih, buta, lumpuh; (2) keni sakit: Kalara-lara ‘setata katibén sakit’.
( 8 ) I Gusti Madé Sutjaja ngungahang kalih kruna lacur ring Kamus Sinonim Bahasa Bali (2003). Kruna lacur kapertama pateh ring papa (basa alus), tiwas, tuara. Lacur katungkalikang antuk sugih, basa Indonésiannyané wantah miskin lan basa Inggrisnyané poor.
( 9 ) Kruna lacur kaping kalih pateh ring béda, sengkala. Kruna lacur puniki katungkalikang antuk aget. Basa Indonésia lacur inggih punika celaka, kecelakaan lan basa Inggrisnyané accident, misha.
( 10 ) Dané taler ngungahang kruna tuara sané pateh ring lacur, papa (kruna alus), tiwas. Tuara Katungkalikang antuk sugih. Basa Indonésian tuara inggih punika miskin, tidak (ber)punya, basa Inggrisnyané no(t), poor, have nothing.
( 11 ) Yéning selehin malih ring A Basic Balinese Vocabulary (1977) sané kasurat olih Norbert Shadeg wénten kruna basa Inggris poor sané kaartosang miskin (basa Indonésia). Wénten makudang conto lengkara sané maiketan sareng lacur. (1)Dini liunan anaké lacur-lacur tuara ngelah carik amunapa. (2) Kangen atiné tekén anak ané kalara-lara. (3) Ipun tiwas ulihan kereng matajén. (4) Ida anak mula sakadi anak miskin ngajengan.
( 12 ) Ring buku punika Norbert Shadeg ngunggahang pah-pahan kruna basa Bali antuk ia, ipun, lan ida. Kaunggahang poor (English), miskin (Indonesia), lacur, tiwas (nista) (ia), lara, tiwas (ipun), miskin (ida).\


Ø    Artikel diatas Nampak sudah padu atau kohesi, hal itu terlihat dari penggalan – penggalan kalimat yang sudah saling berkaitan antara kalimat satu dengan kalimat dua dan seterusnya. Penggunaan kohesi yang tepat akan menghasilkan kohesi gramatikal maupun kohesi leksikal.

I.                   Kohesi Gramatikal merupakan hubungan semantik antar unsur yang dimarkahi alat gramatikal – alat bahasa yang digunakan dalam kaitannya dengan tata bahasa. Kohesi garamatikal dapat berwujud referensi, substitusi, ellipsis, dan konjugasi.
A.                Referensi (penunjukan) merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya. Referensi mempunyai 3 bagian, yaitu persona ( kata ganti orang ), demonstatif ( tertuju pada tempat dan waktu ), komparatif ( perbandingan kata ). Dalam artikel ini, referensi dalam bagian persona ditunjakkan pada alenia 1 baris 3 dan alenia 5 baris 2. Dalam alenia tersebut terdapat kata I Raga yang menunjukkan kata ganti orang ke 2. Selanjutnya referensi dalam bagian demonstatif ditunjukkan pada alenia 1 baris 2, 8 baris 9 dan 5 baris 5. Dalam artikel tersebut terdapat kata gumine, bali dan jawi yang menunjukkan suatu tempat atau wilayah.
B.                 Proses subtitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Sejalan dengan pendapat tersebut Yayat Sudaryat (2008: 154) menyatakan bahwa subtitusi mengacu pada penggantian kata-kata dengan kata lain. Dalam artikel ini substitusi terdapat pada alenia 2 baris 4 yaitu kata pikobet punika.
C.                 Konjungsi Harimurti Kridalaksana dan H. G. Tarigan dalam (Mulyana, 2005: 29) menyatakan bahwa konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung angtara kata dengan kata, frasa dengan frasa, kalusa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan seterusnya. Dalam artikel ini, konjungsi terdapat pada alenia 1 baris 3 dan 5 baris 2 yaitu kata nagging yang merupakan konjungsi antar kalimat.

II.                Kohesi Leksikal adalah hubungan semanstis antar unsure pembentuk wacana dengan memanfaatkan unsur leksikal atau kata. Kohesi leksikal dapat diwujudkan dengan reiterasi dan kolokasi.
A.                      Dalam reiterasi terdapat antonimi ( kata yang berlawanan ), polisemi ( satu kata tapi mempunyai banyak arti ), dan sinonimi ( makna yang sama ). Dalam artikel tersebut antonimi terlihat pada alenia 9 baris 2 yaitu . Kruna lacur puniki katungkalikang antuk aget. Selanjutnya sinomini terdapat pada alenia 3 baris dan 4 baris 2 yaitu kata Ring basa Bali, linanan ring miskin, wénten taler lacur, tiwas, tuna, miwah sané lianan dan kalimat Tiang belog; tiang lacur; tiang tuna; miwah sané lianan.
B.                       Ekuivalensi merupakan makna yang sangat berdekatan; lawan dari kesamaan bentuk (Kridalaksana, 2008: 56). Dalam artikel ini ekuivalensi terdapat pada hamper di semua kalimat yaitu kata kruna dan krunanyane yang memilki kedekatan makna yang sama – sama berkata dasar kruna.




BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah komunikasi pikiran atau gagasan melalui bahasa, dalam wujud lisan dapat berupa percakapan dan tuturan (ceramah, kuliah, khotbah), dan dalam wujud tulisan dapat berupa karangan ilmiah. Sebuah teks (terutama teks tulisan) memerlukan unsur pembentuk teks. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks yang penting. Brown dan yule (1983:191) menyatakan bahwa unsur pembentuk teks itulah yang membedakan sebuah rangkaian kalimat itu sebagai sebuah teks atau bukan teks.
Penggunaan kohesi yang tepat akan menghasilkan kohesi gramatikal maupun kohesi leksikal. Kohesi Gramatikal merupakan hubungan semantik antar unsur yang dimarkahi alat gramatikal – alat bahasa yang digunakan dalam kaitannya dengan tata bahasa. Kohesi garamatikal dapat berwujud referensi, substitusi, ellipsis, dan konjugasi. Kohesi Leksikal adalah hubungan semanstis antar unsur pembentuk wacana dengan memanfaatkan unsur leksikal atau kata. Kohesi leksikal dapat diwujudkan dengan reiterasi dan kolokasi.




DAFTAR PUSTAKA





Tidak ada komentar:

Posting Komentar